Hachu Holiday: Bertahan Hidup di Pulau Sempu

Ini perjalanan paling nggak ada persiapannya, paling melelahkan, dan paling terasa banget 'anak alamnya' buat gue. Tapi paling tak terlupakan.

Memang perjalanan ke Pulau Sempu ini udah direncanakan sejak jauh-jauh hari. Tapi orang-orang yang mau ikut lama-lama berguguran karena ada kepentingan yang ga bisa ditinggal. Akhirnya tersisalah kita berempat; Gue, Niken, Halim, Shinta. Malamnya sebelum berangkat, kita semua ragu kalau besok harus berangkat. Janjinya berkumpul jam 6, ternyata Jam 6 lewat baru pada bangun dan setelah berberes, mandi, sarapan dan lainnya, akhirnya kita berangkat jam 8:45 pagi.






Perjalanan dari Malang ke Pantai Sendang Biru membutuhkan waktu sekitar 1,5 - 2 jam. Saya sampai di Pantai Sendang Biru sekitar pukul 10:45. Untuk masuk Sendang Biru kita wajib membeli tiket seharga Rp. 7000/orang dan juga kita harus mengurus surat izin untuk menuju Pulau Sempu. Di tempat mengurus surat itu kita akan diberitahu apakah kita boleh bermalam atau tidak. Untuk menyebrang ke Pulau Sempu, kita harus menyewa kapal + guidenya seharga Rp. 200.000.


Sebelum menyebrang, kita foto dulu sekali. Ingetin ya bentuk dan rupa kita seperti apa saat berangkat. Ganteng-ganteng, cantik-cantik. Oke kita menyebrang ke Pulau Sempu sekarang!


Untuk menyebrang ke pulau sempu hanya butuh waktu sekitar 10-15 menit dari Sendang Biru. Sesampainya di sana, sudah ada rombongan yang menunggu kapal untuk balik ke Sendang Biru.
Akhirnya kita jalan menuju surga tersembunyi. Awal perjalanan terasa tidak terlalu sulit, jalan setapak masih kering, walau beberapa ada genangan air, lumpur, dan beberapa batang pohon besar yang tumbang. Seperti biasa, tiap jalan-jalan, tugas saya adalah menghafal jalan. Karena pulangnya, kita nggak mau pakai guide lagi. Lumayan kan 100ribu bisa buat beli paket internet dua minggu. Saya menghapal jalan sepanjang perjalanan, merhatiin ciri-ciri jalanan dan sekitarnya. Susah banget karena ada beberapa cabang yang mungkin bikin kita tersasar.



Di tengah perjalanan, guidenya banyak cerita tentang pulau ini. Sambil nakut-nakutin kita (gue nangkepnya sih gitu. Supaya kita pake jasa guide itu lagi pas pulang). Perjalanan sudah 20 menit, jalan kelak-kelok, naik-turun, sudah banyak kita lewati. Shinta mulai mengeluh kelelahan. Halim ada di paling belakang karena beban yang dibawa cukup berat. Saya paling depan bersama guide dibuntuti oleh Niken. Guidenya bilang kalau sering ada yang hilang di Pulau ini karena tersasar saat pulang. Paling lama pencarian sampai 4 hari 3 malam baru ketemu. Dan habis biaya sekitar 7juta untuk mencari. Orang yang mencari pun tidak bisa banyak, apalagi kalau malam. Paling hanya bisa 3-4 orang saja. Begitu katanya. Perjalanan sudah satu jam, belum juga sampai di 'Surga tersembunyi' itu, kita mulai kelelahan dan berkeringat, tapi kita tidak pernah berhenti dan terus jalan. Sambil bernyanyi dan berlagak seperti di film Petualangan Sherina, kita menghibur diri.

"Sadaaaaaaam… kamu dimana sih?!" teriak gue. Lalu temen-temen tertawa.

"Kamu marah ya?!"  lanjut gue. Temen-temen gue tertawa makin keras.

Kita melanjutkan perjalanan. Sebisa mungkin gue bikin temen-temen nggak ngeluh dan menyemangati mereka sambil ngasih tau manfaat jogging.

Akhirnya terdengar bunyi ombak. Yak, kita sudah sampai di pinggir tebing yang bawahnya adalah laut. Tebingnya tidak lebar, jalanannya hanya sekitar 30-50cm, hanya muat satu orang. Perlahan-lahan kita melewati tebing itu dan tibalah di Surga Tersembunyi!
Kita tiba pukul 12:10. Terlihat sekitar 7 - 10 tenda yang berdiri pada saat itu.

"Kalian jangan main ke batu karan sana ya, karena depannya langsung samudera. Banyak yang kena ombak terus kena karang. Jadi luka kayak habis digergaji. Kemaren 5 orang ditandu gara-gara main di sana." Kata guide ke kita sambil menuruni tebing.

Sampai di bawah kita langsung membangun tenda yang dibantu oleh guide karena matahari sedang terik.



Selesai membangun tenda, kita semua berganti pakaian dan duduk di bawah pohon sambil menunggu sore. Terlihat banyak orang yg sedang bermain air. Tapi kita masih lelah dan memilih untuk mencari angin. Tentunya sambil selfie.





Pukul 13:00, makin nggak sabar buat main air, tapi matahari masih semangat menyinari bumi. Terpaksa kita harus menunggu lagi. Sambil tidur-tiduran, kita pakai sunblock dengan SPF 50 supaya kulit tidak terbakar. Jangan berharap untuk tidak hitam kalau pergi ke pantai, meski sudah menggunakan sunblock, hitam itu tetap akan terjadi. Jadi fungsi sunblock menurut saya sekarang itu ya supaya kulit nggak terbakar aja, biar nggak perih nantinya.

Pukul 14:45, matahari mulai mengurangi panasnya. Akhirnya kita mulai bermain air, tapi karena siang-sore air laut itu surut, jadi lautnya tidak terlalu bagus dan terlihat beberapa karang besar yang awalnya tidak terlihat.







Selesai bermain air dan berfoto-ria. Kita kembali ke tenda sambil membuka bekal yang kita bawa. Sambil menikmati bekal, kita melihat segerombolan monyet yang sedang mengganggu tenda tetangga. Gue sih cuma ketawa saat melihat mereka mengusir monyet-monyet tapi monyetnya malah bandel. Iya, di sana masih banyak monyet liar, tapi tak mengganggu kok. Cuma suka mencuri sesuatu dari tenda.
Jam empat, terlihat beberapa kelompok baru datang dan mendirikan tenda. Yes, makin ramai. Datang sekelompok Arab yang heboh dan terlihat seru. Ternyata mereka gerombolan dari Jakarta yang sedang berlibur ke Malang. Akhirnya kita mengeluarkan kompor portable dan membuat kopi panas sambil menikmati sore yang super indah dengan pemandangan warbiyasak. Air mendidih, dan ternyata kita lupa membawa gelas. Pisau tak punya, gunting tak ada, bingung dong harus minum bagaimana? Akhirnya Niken meminjam pisau ke sekelompok Arab itu untuk memotong botol air untuk dijadikan gelas. Masalah gelas selesai. Setelah ngopi cantik, di belakang terdapat batu karang besar yang menghadap lautan luas. Kita naik ke batu karang sambil menikmati angin sore. Beruntungnya kita, kita melihat penyu besar yang sedang berenang. Tak lama kemudian ada sekelompok lumba-lumba menampakkan diri! For me, that was the first time seeing wild dolphins alive!



Sayang, kita tak bisa melihat sunset di Pulau Sempu karena pulaunya dikelilingi tebing-tebing besar. But it's okay. Langit mulai gelap, kita kembali ke tenda. Halim lapar dan membuat mie instant. Sementara Gue, Shinta dan Niken memilih untuk menikmati snacks bawaan. Karena di sana tak ada sinyal, hp kita semua berada di airplane mode. Jadi battery irit. Sudah jam 6 sore pun battery gue masih ada 78% dan itu mustahil buat gue. Biasanya jam 6 sore gue udah 2 kali ngecharge. Ga ada sinyal berarti ga bisa internetan, ga bisa buka Path, Twitter, dll. Berat banget buat gue ga bisa buka itu semua. Tapi ya ditahan-tahan, anggap saja detoxify. Hiburan yang gue punya saat itu ya cuma iBooks dan musik-musik di hape.



Kita menggelar matras di depan tenda, merebahkan diri sambil ngeliatin langit dan nunggu bintang-bintang muncul. Satu persatu bintang-bintang muncul. Kita putar lagu RAN - Dekat di Hati. Gue, Niken dan Shinta nyanyi teriak-teriak sambil ngeliatin langit penuh bintang. Ah, itu melegakkan banget. Sampai orang-orang ngeliatin kita karena saking kencengnya nyanyi. Ga cuma lagunya RAN, kita nyanyi banyak lagu dan ketawa-tawa gembira kayak ga ada beban hidup.





Gak terasa sudah jam 8 malam. Niken dan Shinta membuat mie instant sementara gue membuat bubur instant kesukaan. Halim sudah masuk ke tenda dan tertidur. Sementara gue, Niken dan Shinta masih ngalur-ngidul ngobrolin macem-macem sambil ngeliatin sekelompok Arab yang membuat api unggun. Oh iya, di Sempu nggak boleh membuat api unggun loh, tapi Arab-arab itu bandel banget memang dan ada aja kelakuan konyolnya.



Jam 11 malam, langitnya mulai gelap. Awan hitam menutupi bulan yang terang banget pada saat itu. Lalu ada sekelompok orang yang melepas lampion terbang, dan setelah lampionnya terbang, semua orang yang ada di pulau itu tepuk tangan. Entah, tapi tepuk tangannya terdengar seru sekali dan saya pun ikut tepuk tangan.


Jam setengah satu pagi, Halim bangun sementara Shinta dan Niken tertidur di depan tenda dengan matras. Langit mulai mendung. Halim dan gue menggali tanah mengelilingi tenda supaya air tak membanjiri tenda kalau hujan. Niken dan Shinta kita suruh pindah di dalam tenda dan saya mencoba tidur juga. Di dalam tenda panas sekali, kita berempat tak bisa tidur. Akhirnya kita keluar lagi. Duduk di pantai. Ada dua orang dari tenda sebelah kita yang sedang bernyanyi sambil memainkan gitar di pantai. Kita menyeruput kopi dan ngobrol dan mengikuti lagu yang mereka nyanyikan. Air pun mulai berjatuhan dari langit, dan kita masuk ke dalam tenda. Masih gerimis. Mencoba untuk tidur kembali.
Saat ingin tidur, we had a tent-conversation dengan tetangga sebelah. Mereka dari tenda mereka, kita dari tenda mereka. Kita bercanda dan ngobrol dari dalam tenda tanpa menatap muka.

Jam 2 pagi, hujan mengguyur deras. Sialnya, ternyata tenda yang kita pakai tidak bagus. Covernya jelek sehingga air merembes masuk. Damn. Gue benci banget  saat itu. Cepat-cepat kita merapihkan barang dalam tenda dan berdoa agar hujan berhenti. Yes, hujan berhenti. Dan kita tidur lagi. Sleeping bag yang kita gunakan sedikit basah, but it's okay. Sekitar pukul 3 pagi, gerimis lagi. Tapi tenda tidak bocor dan hanya gerimis yang numpang lewat. Kita tidur lagi sampai pukul 6. Tau-tau hujan besar dan tenda menjadi kolam renang. Shit! Bencik banget dengan tenda itu. Tak hanya tenda kita yang bocor, terdengar ramai-ramai dari belakang bahwa tenda mereka juga bocor parah. Hujan mereda, hanya gerimis saja. Kita membuat mie instant dan sarapan di dalam tenda. Selesai sarapan, jam setengah delapan pagi, hujan besar kembali datang. Padahal langit cerah, entah tapi cobaan ada aja.
Akhirnya kita keluar tenda. What a scene?!  Pemandangan pagi itu luarbiasa banget. Tebing-tebing tinggi dengan pohon hijau, air laut biru, sedikit kabut, hujan. Tapi gue ga bisa menikmati pemandangan keren itu karena kedinginan dan mood tak bagus. Kita duduk di pinggir pantai sambil gerimis-gerimisan. Akhirnya Halim mengajak kita untuk berenang, Gue sama Niken nolak karena takut dingin. Tapi akhirnya kita turun juga. Surga tersembunyi itu sudah menjadi kolam renang umum. Meski hujan, pagi itu ramai sekali di pantai. Banyak yang berenang, bermain bola, sampai yang memperbaiki tenda. Pemandangan bagus banget menurut gue karena wajah orang-orang gembira semua. Akhirnya gue dan temen-temen ya mencoba menikmati aja penderitaan kita. Berenang mengelilingi pantai, akhirnya mood membaik. Kita bisa tertawa-tawa lagi dan bahagia.

Kawanan yang tendanya juga bocor ternyata memilih pulang saat hujan. Akhirnya kita termotivasi untuk pulang juga. Jam 9 pagi kita selesai packing, bawaan pulang ternyata lebih ribet dibanding saat berangkat. ada 3 tas besar, 3 kantong plastik berisi sampah, make up, dan peralatan lainnya, juga 2 sleeping bag basah (lebih berat dari yang kering. 2 sleeping bag basah beratnya sekitar 2-3kg) yang tak bisa lg dimasukkan ke dalam tas. Akhirnya selesai dan kita pulang.

Belum apa-apa, track dari pantai untuk menaiki tebing jadi berlumpur dan sulit untuk dilewati. Banyak orang yang mencoba naik tapi gagal dan merosot kembali ke bawah, termasuk sekolompok Arab itu. Shinta mulai panik. Dengan gesitnya, gue naik duluan dan berhasil tanpa merosot. Ada satu orang dari Arab-arab itu yang dipanggil 'Baba.'  Badannya gemuk besar. Dia kesulitan untuk naik ke tebing. Tampangnya sudah pucat dan terlihat khawatir. Teman-temannya sudah di atas dan menunggu. Sementara Baba dibantu oleh satu guide yang baik hati. Akhirnya Baba bisa naik. Selanjutnya Niken dan Shinta yang dibantu. Niken dan Shinta membawa 3 plastik tadi. Saat menaikki tebing, plastik mereka jatuh semua. Untung ada orang baik yang mau naik ke atas tebing dan memberikan plastik itu.

Itu baru permulaan, rintangan berikutnya adalah jalanan 30-50cm di pinggir tebing ini. Jalanannya licin sekali. Depan saya Baba yang dibantu oleh salah satu temannya. Baba berjalan sangat lama sehingga membuat antrean di belakang. Tapi kita semua sabar menunggu dan tidak terburu-buru. Teman-temannya Baba di depan hanya tertawa dan meledek Baba.
"Makanya lo, Ba. Diet. Ga enak kan gendut-gendut." celetuk satu temannya sambil tertawa.
"Ah elo lagi gini juga becanda aja lu." Jawab Baba seadanya.
"Pokoknya meski gue dikasih satu milyar, gabakal gua mau ke sini lagi." Lanjut Baba sambil melangkah perlahan-lahan.

Baba berjalan merayap ke samping sambil memegang akar dan batang pohon yang ada di samping, begitu juga kita. Gue ada di barisan paling depan nenteng 2 sleeping bag, dan menggemblok satu tas berat. Belakang gue Shinta yang gue bimbing langkahnya, lalu diikuti Niken, satu orang Arab dan Halim. Selesai melewati tebing kematian itu, kita akhirnya memasuki hutan yang jalanannya tak semengerikan tebing tadi. Tapi tetap, jalanannya parah dan hancur. Setelah 25 menit berjalan kita duduk karena ingin mengambil gambar diri kita yang sudah tidak karu-karuan bentuknya akibat lumpur dan tanah. Saat duduk ternyata kita lupa, kita hanya membawa dua plastik. Satu plastiknya kemana? Satu plastik itu tertinggal, dan isinya adalah dompet Halim, Niken, dan Shinta. Terpaksa Halim dan Niken balik lagi ke pantai untuk mengambil. Sementara gue dan Shinta menunggu.


Saat menunggu, gerombolan Arab tadi baru lewat dan bertanya kenapa Niken dan Halim balik lagi. Ya kita jelaskan. Dan mereka pun melanjutkan perjalanan. Halim dan Niken kembali lagi. Saat melewati tebing, terlihat barisan panjang dari dua arah yang mengantri. Karena khawatir dengan isi plastik, Niken akhirnya turun melewati batang pohon dan melompat ke laut yang dalamnya sekitar 5-7 meter. Niken berenang sampai pantai yang jaraknya cukup jauh. Sementara Halim mengantri melewati pinggir tebing. 45 menit kemudian, kita sudah berkumpul kembali dan selamatlah barang di plastik itu.


Lihat kan betapa berubahnya penampilan kita?! Setelah duduk 5 menit, akhirnya kita melanjutkan perjalanan. Karena hari saat kita pulang adalah hari Sabtu, ramai sekali kita berpapasan dengan orang yang baru datang dan ingin ke pantai. Dalam hati, gue ngomong, "Good luck aja deh." Dan saat itu, ada sekelompok orang yang balik lagi karena salah satu tangan temannya patah karena terjatuh. Ngeri sekali melihatnya, kasian. Di perjalanan balik, tak jarang kita jatuh dan terpeleset hingga berguling. Mungkin ratusan kali kita terjatuh karena medan yang sangat licin. Sudah satu jam kita berjalan, masih belum juga ada tanda-tanda ujung pulau ini. Akhirnya kita istirahat sebentar. Kehausan, tapi tak ada air minum. Karena saat packing, gue buang-buang air minum karena sombong dan mikir 'ah kita mau pulang, ga butuh ginian lagi.' Jadi gue pake buat cuci piring dan lain-lain.


Perjalanan pulang terasa berat sekali. Tapi entah mengapa, gue dan temen-temen ga pernah ngeluh dan malah menikmatinya. Sampai pada obrolan level;
"Seru ya, kita kayak di film-film petualangan gitu. Ga pernah gue ngebayangin sampe kayak gini." dan "Aduh, kalau Mama gue tau gue kayak begini, apa coba yang dia bilang hahaha."

Kita melanjutkan lagi perjalanan. Jatuh-bangun sudah jadi kebiasaan, dan akhirnya gue terjatuh dan kaki gue tersangkut pada akar pohon besar. Agak sulit melepaskannya karena posisinya menurun. Kaki gue di atas, tersangkut sampai belakang lutut, sementar badan gue di bawah. Untung aja kaki nggak patah dan bisa lepas. Lanjut jalan lagi, banyak orang-orang yang baru datang yang wajahnya langsung berubah miris, ngeri, dan gue yakin mereka mau pulang aja karena ngeliat penampilan kita yang gak karu-karuan. Banyak sekali yang datang. Mungkin 200 orang yang kita temui saat perjalanan pulang.






Akhirnya bertemu dengan orang-orang yang masih tertawa-tertawa dan bajunya bersih. Kita cuma bilang "Bisa ya ketawa sekarang, liat nanti sampe sana. Ketawa deh coba." dengan sinis. Akhirnya sampai juga di ujung pulau. Langsung aja kita menyeburkan diri di pantai untuk membersihkan kotoran. Gerombolan Arab ternyata masih di sana. Padahal dia 30 menit lebih awal dari kita. Ternyata kapal mereka belum menjemput. Setelah kapal kita menjemput, Arab-Arab itu akhirnya ikut kapal kita sampai Sendang Biru. Sampai Sendang Biru, kita tidak mandi dan bersih-bersih. Kita langsung mencari warung dan membeli minuman lalu pulang! Gue buang 2 baju di pulau Sempu karena udah ga bakal bisa dipakai lagi. Sampai di rumah sekitar jam 6 sore, dan langsung membersihkan seluruh noda.

FYI, Pulau Sempu ini sebenernya lahan konservasi, bukan tempat wisata. Banyak larangan dan info agar kita tak berkunjung ke pulau tersebut. Tapi bagaimana bisa jika pihak berwajib saja masih mengizinkan? Oh ya, mau dilarang seperti apa pun, kalau nggak punya kesadaran nggak akan bisa. And you know what? Penasaran akan keindahan bisa jadi landasan untuk mengabaikan larangan. At least, kita membawa kembali sampah-sampah yang kita bawa dan tidak menyampah di sana. Kita juga tak merusak apa pun di sana.

Banyak banget pelajaran dan moment-moment yang ga akan terlupakan dari perjalanan kali ini. Sampai detik saat gue nulis ini pun, pegel dan lecet di kaki masih terasa nyerinya.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

2 comments:

  1. Aaaakkk gue mesem-mesem ngakak bacanya. Kangen ❤❤❤

    ReplyDelete
  2. Hahaha. Next time harus lebih seru. Seru aja, jangan nyusahin :D

    ReplyDelete